Jati diri Mie Instan
8:32:00 PM

Mungkin sobat merasa aneh ketika melihat judul tulisan ini, mungkin sobat bertanya "Kok tiba-tiba balik ke #GOBLOG lagi? konten #UdaOjan sama #GOBLOG masih sama ya Uda?", hahaha.
Walaupun judulnya terdengar aneh, tapi tulisan ini tetep bertujuan ngasih saran hidup dan tentang pola pokir kok sob. yang jelas ini BUKAN TULISAN CURHAT ANAK KOST-AN sob.
Di bagian akhir akan ada kesimpulan dan pelajarannyaKali ini saya akan bercerita tentang kisah masa kecil saya yang entah kenapa ketika sudah dewasapun saya masih mengingat kejadian tersebut. Waktu itu kira-kira umur saya sekitar 4 atau 5 tahun.
Mie instan saya pilih sebagai judul karena cerita ini memang tentang mie instan, hahahha. Semoga kamu terhibur dan mendapatkan pelajaran berharga dari cerita ini. #BacaSampeAbis
**
Suatu hari ketika tengah asik bermain di sekitar rumah, tiba-tiba saya ingin sekali memakan mie instan. Ya, di zaman itu mie instan terkesan seperti cemilan bagi saya dengan penyajiannya yang tanpa di masak ataupun diseduh, cukup dengan mencampurkan semua bumbunya kedalam bungkus mie yang sudah di remas. Tak sehat memang, tapi yaa sudahlah mungkin saat itu saya berfikir masih akan berumur panjang, hahhaha.
Tanpa berpikir panjang, Sayapun mencoba meminta uang kepada ibu saya untuk membelinya dan diiringi dengan kalimat "sekali iniiii aja". Entah kenapa beliau yang biasanya melarang saya mengkonsumsi mie instan, saat itu dengan mudah memberikan uangnya tanpa basa-basi ataupun omelan yang selalu berfrekuensi tinggi bagi telinga saya. Lalu, sayapun pergi ke warung untuk membeli mie instan tersebut dan langsung pulang dengan maksud memakannya di rumah.
Namun ketika perjalanan pulang, tanpa sengaja tangan saya terbentur tiang jemuran dan mie instan yang saya pegang tejatuh ke kolam (empang) di sebelah tiang tersebut. Sayapun berjuang untuk menambil mie tersebut dengan usaha yang keras dan berbagai cara seperti melemparkan batu ke air agar mie tersebut menepi atau mematahkan ranting pohon untuk meraihnya hingga berkali-kali saya hampir terjatuh kedalam kolam tersebut.
Setelah lebih dari setengah jam saya berusaha, akhirnya saya berhasil mendapatkan mie instan tersebut kembali. Namun ketika tangan saya memegang mie instan tersebut saya merasa sedih, kecewa, bersalah, dan akhirnya menangis karna kondisi mie instan tersebut sudah basah hingga isinya terasa lembek (lunak). Sayapun berjalan pulang sambil tetap membawa mie tersebut.
Walaupun tangisan saya telah reda, namun rasa sedih saya masih tak kunjung berhenti hingga sampai di rumah. Ketika sampai di rumah, saya masuk dengan menekurkan kepala dan berjalan terus menuju kamar agar tak satupun orang yang berbicara dengan saya karna saya merasa malu dan bersalah kepada ibu saya. Tapi setelah tangisan saya benar-benar habis, saya menceritakannya dan memperlihatkan mie instan tersebut kepada ibu saya. Beliau senyum dan memberikan uang lagi untuk membeli mie instan yang baru.
Disinilah poinnya teman-teman, kenapa saya sampai sedih seperti itu? jawabannya adalah "tanggung jawab atas kepercayaan" dan "malu ketika kita tak bisa menjaga kepercayaan tersebut", minimal kita harus "memperjuangkan tanggung jawab (tugas) kita" dan jujur agar Kepercayaan orang lain tidak hilang terhadap kita.
Pada awal cerita, saya mengatakan JANJI yang harus saya pertanggungjawabkan dengan kalimat "Sekali iniii aja!". Dan ibu saya memberikan uang tanpa basa-basi seolah KEPERCAYAAN tanpa syarat.
Anggaplah mie Instan adalah Tanggung jawab. Ketika mie instan terjatuh, sama halnya dengan kecerobohan (tidak disengaja) yang anda lakukan ketika menjalankan tugas atau kepercayaan.
Lihat perjuangan saya saat mengambil mie instan di dalam kolam, hingga saya berkali-kali hampir terjatuh. Perjuangkanlah tanggung jawab (tugas) kita walaupun cara-cara tersebut akan merugikan diri kita sendiri.
Ketika saya mendapatkan mie instan tersebut dalam keadaan buruk, saya tetap membawanya pulang dan memperlihatkan kepada ibu saya.Walaupun hasil dari usaha kita dalam memperbaiki kecerobohan tidak maksimal, tapi yang jelas kita harus tetap mengakui dengan jujur akan hal tersebut.
ketika ibu saya tersenyum dan memberikan uang lagi untuk membeli mie instan yang baru. Inilah yang akan anda dapatkan apabila hal diatas anda lakukan. Cepat atau lambat, jeripayah anda akan diketahui dan kepercayaan orang lain tidak akan hilang terhadap anda.
Oke, itulah tadi kisah masa kecil saya dengan mie instan, cerita ini adalah FAKTA kehidupan saya. Saya memang diajarkan agar tidak selalu mengadu, jujur, dan ketika saya salah saya di hukum dengan hal setimpal oleh kedua orang tua saya. Mungkin itu yang membuat "akhil baligh" saya terkesan cepat, hahhaha. Jadi, jangan heran kalo saya yg masih kecil sudah bertindak seperti itu. Jika tulisan ini sobat aplikasikan dalam kehidupan, dan ketika sobat hendak berorganisasi, sobat pastilah tidak akan menjadi organisatoris sampah.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi anda dan saya. Amiin
Satu pesan untuk kita semua (termasuk saya):
"JAGALAH MIE INSTAN MU TEMAN"
Buat sobat yg pengen request #CeritaOjan bisa langsung twit aja: Follow @ojanemwe
atau tanya di ask.fm, mungkin aja pertanyaan sobat saya jawab pake artikel/cerita.
silahkan klik icon ini:
silahkan klik icon ini:
Organisator SAMPAH
9:09:00 PM
Ketika melihat judul sobat pasti merasa tulisan ini akan sangat kasar, tapi yang terpenting adalah pelajarannya. #BacaSampeAbis "Pelajarannya akan sobat dapatkan di dalam cerita"
Saat umur saya yang sekarang sudah dikatakan dewasa (21 tahun), saya menyadari suatu hal yang mengganggu pemikiran saya. Hal tersebut berkenaan dengan Jiwa Organisasi yang saya lihat pada kebanyakan orang dimasa ini terlihat sangat rusak dan jauh sekali dari apa yang telah saya pelajari sejak tahun 2007 dimana saat itu adalah pertamakalinya saya mulai aktif berorganisasi. Begitu mirisnya jiwa mereka para organisator pada masa ini dimata saya sekarang.
Bagaimana tidak, pada masa sekarang banyak orang yang berlomba-lomba mengejar tahta atau jabatan "sakti" namun apa yang mereka cari? Mayoritas dari apa yang saya lihat pada masa ini hanyalah "Popularitas" pribadi atau "keuntungan" lainnya bagi diri mereka pribadi. Bahkan tak jarang menghalalkan segala cara untuk merenggut suara atas kemenangannya. Namun, ketika mereka sudah berada di puncak, sering sekali saya melihat tidak ada "Jiwa Organisator" ataupun "Kepemimpinan" dalam dirinya berdasarkan apa yang mereka lakukan dengan jabatannya.
Beberapa bulan yang lalu tepatnya saat pemilihan umum di kampus saya akan dimulai, saya yang saat itu menjabat sebagai ketua Badan Perwakilan Mahasiswa Himpunan (Ligislatif) mendapat banyak pendekatan dari para "bakal calon" yang saya yakin mereka hanya ingin melobby saya agar meloloskan validasi pencalonan mereka dengan merubah kriteria pencalonan atau semacamnya, hahahah. Namun Saya tidak langsung menolak mereka karna saya tertarik akan keinginan mereka yang mengatakan "Ingin Merubah".
Lalu sayapun menanyakan beberapa pertanyaan, "Kenapa kamu tertarik jadi ketua?", kebanyakan dari mereka menjawab "Ingin memberi perubahan yang lebih baik". Lalu, saya kembali bertanya "Dengan cara apa?", mayoritas jawaban yang saya dapatkan adalah "yang pasti memperbaiki kesalahan sebelumnya dan memberikan sistem yang baru", jujur saja saya suka jawaban ini namun saya masih belum merasa yakin.
Sayapun berlanjut dengan pertanyaan selanjutnya, "Kalau hanya untuk seperti itu, tanpa jadi ketuapun kamu tetap bisa melakukan hal itu kan?", tepat dugaan saya bahwa raut mukanya akan berubah layaknya orang ingin marah, namun karna bermaksud melobby saya maka mereka selalu berusaha "terlihat bijaksana". Ya, kebanyakan dari mereka menjawab hal itu dengan "kalo saya ga jadi ketua, saya merasa terhalang". Dalam hati saya menyatakan bahwa saya menolak, namun saya ingin bertanya 1 hal terakhir "menurut kamu, bagaimana jika anggotamu terkesan mengambil alih pemerintahan kamu?" dan benar saja, mereka reata-rata menjawab "ga mungkin saya biarkan, itu kan namanya ga sopan, saya yg menerima mereka, lalu mereka yang menguasai saya?". Dengan ini, sudah pasti saya tidak melihat kelayakan pada mereka.
Pertanyaan terakhir memang sengaja saya buat terkesan kasar, karna saya ingin melihat JIWA dan seberapa kritis dia mencerna pertanyaan. Padahal maksud sesungguhnya adalah "Apakah anda sebagai pemimpin bisa memberdayakan anggota anda? dan apakah anda akan membatasi Hak Bicara mereka?".
Selain berlomba-lomba mengincar jabatan "sakti", kebanyakan dari mereka yang memiliki status organisasi terkesan hanya ingin memamerkan "Riwayat Organisasi"nya. Maka, sayapun sempat menulis di facebook yang sebenarnya menyinggung teman-teman organisatoris, namun sengaja saya samarkan dengan himbauan kepada junior saya di SMA. Saat itu saya menulis:
Link: https://www.facebook.com/ojan.mw/posts/1330952000264538
Ikut Banyak Organisasi + Jabatan "Sakti" tapi Tanpa TRACK RECORD adalah SAMPAH..!!
Jadi, ayo buat kita semuanya yg suka berorganisasi, mari berlomba2 menciptakan perubahan positif.. karna blablabla.. klik aja linknya
Intinya, disini saya hanya ingin mengajak sobat sekalian yang gemar berorganisasi untuk tetap bijak dan mempergunakan jabatannya demi suatu perubahan yang benar-benar positif secara nyata tentunya bukan hanya untuk eksistensi dan riwayat semata.
Jika sobat telah melakukan perubahan namun tak kunjung diakui dan hal itu membuat sobat merasa kecewa, saya katakan "Jangan Dipikirkan" karena cepat atau lambat Action untuk menciptakan perubahan yang sobat lakukan akan dikenang. Mungkin sobat tak merasakan bahwa sebenarnya sobat sudah tercantum dalam sejarah organisasi karna action tersebut ternyata hal tersebut menjadi buah bibir di generasi setelah masa jabatan sobat.
Sekian tulisan saya kali ini, semoga bermanfaat bagi kita semua (termasuk saya pribadi) para ORGANISATOR. Apabila ada kalimat yang buruk, saya pribadi mohon maaf. Jika sobat ingin saya menulis pengalaman (pribadi saya) tentang sesuatu yang juga mengganjal dalam kehidupan sobat sekalian, silahkan langsung tanyakan atau request ke media sosial saya.
atau klik icon ini: